Bondan Winarno - detikFood
Foto: Bondan Winarno Singapura - Sebetulnya, saya sudah hampir menyerah untuk mencicipi makanan di restoran yang satu ini. Yohan Handoyo, teman saya, mengatakan bahwa restoran Italia di Singapura ini wajib dicoba. Tetapi, beberapa kali saya menelepon tidak pernah diangkat. Akhirnya, ketika telepon diangkat, saya diberi tahu bahwa bila mereka sibuk, mereka tidak bisa menjawab telepon. Kedua, dan itu adalah kabar buruknya, untuk pesan tempat diperlukan waktu sekitar sebulan.
Lebih dari satu tahun kemudian, ketika ada rencana perjalanan ke Singapura yang sudah pasti sebulan sebelumnya, saya berhasil mendapat reservation untuk makan malam berempat. Ketika tiba di restoran itu, barulah saya sadar kenapa sulit sekali mendapatkan reservation. Hanya ada enam meja dengan total 22 kursi. Oscar, sang suami bekerja sendirian di dapur. Tracy, sang istri melayani tamu di ruang makan. Seorang perempuan lain yang saya duga ibu Tracy, membantu membawa makanan dan minuman dari dapur ke meja tamu. Pantesan! Dengan awak restoran sesedikit itu, pastilah mereka super-sibuk, sehingga tidak dapat menerima telepon.
Nama Buko Nero pun saya duga mencerminkan kecilnya tempat itu. Buko mungkin sekali berasal dari kata “buco” dalam bahasa Italia yang berarti lubang. Sedangkan “nero” berarti hitam. Dalam bahasa Inggris ada ungkapan yang menyebut restoran kecil dengan sebutan a whole in the wall. Barangkali itulah makna nama Buko Nero itu.
Tracy memberikan daftar menu kepada kami, lalu menjelaskan menu dengan lancar. Sekalipun efisien, Gwen dan tamu kami berkomentar tentang absennya senyum di wajah Tracy. Saya menoleh ke dapur dan melihat Oscar sedang memandang ke ruang makan – juga tanpa senyum, sekalipun pandangan mata kami beradu. OK, let's just eat! This is a restaurant, not an amusement center.
Sekalipun telah menyandang reputasi sebagai salah satu restoran Italia terbaik di Singapura, ternyata daftar harga di menu Buko Nero tidak mencantumkan harga yang terlalu tinggi. Di kategori primi piatti (appetizers), harganya antara S$17.50-24. Untuk secondi piatti (main course) di kisaran S$30-an. Red wine Barolo Azelia 2004 yang kami pesan dibandrol S$125. Harga-harga yang cukup pantas.
Sekalipun kami makan berempat, tetapi saya hanya dapat saling mencicipi sajian dengan Gwen. Tamu kami berdua juga saling mencicipi pesanan masing-masing. Gwen memesan tau kwa tower (menara tahu, S$17.50) sebagai hidangan pertama. Saya memesan creamy porcini mushroom soup with truffle oil (S$12.50). Pesanan Gwen tampil terlalu sederhana untuk kaliber fine-dining restaurant seperti ini. Hanya sepotong tahu besar dengan setumpuk sayur-mayur di atasnya.
Saya "menghunus" kamera untuk memotret porsi itu. Tetapi, Tracy terlalu cepat datang sambil melarang saya memotret. "The Chef doesn't like to have the foods photographed," katanya dengan finalitas. Ooops. Kamera pun segera masuk ke saku kembali. Untungnya, penampilan sederhana tau kwa tower itu dikompensasi oleh rasanya yang boleh diacungi jempol. Sayurnya crisp, dengan dressing yang segar pula. Sup jamur saya sungguh lezat. (Karena itulah, untuk review ini, Anda cukup mendapat foto dari logo Buko Nero di pintu depan).
Para tamu kami berkomentar positif tentang balsamico marinated scallops dan cold plant parmigiana yang mereka pesan. Syukurlah tamu kami senang. Barolo Azelia yang sedikit tanic tapi fruity cukup cocok untuk mengawal primi piatti kami.
Penampilan secondi piatti kami semua tampak jauh lebih pantas. Tiga di antara kami memesan ikan, dan hanya seorang memesan panfried Australian tenderloin with blueberry, honey, and red wine reduction (S$34.50). Steve yang menikmati beef mengatakan bahwa dagingnya bagus. Tetapi, karena Steve seorang yang terpapar pada dunia kuliner, ia cepat menambahkan: "Not the best I had, though."
Gwen memesan seared fillet of orata (S$33) dan tampak manggut-manggut menikmati pesanannya. Orata adalah trout. Kebetulan saya dan salah seorang tamu kami memesan masakan yang sama: oven-baked cod with coriander crust on a Spanish pimento sabayon (S$34.50). Kami berdua sepakat bahwa pesanan kami memuaskan. Cod-nya di-panfried dengan cara yang sangat Prancis, yaitu unilateral – hanya digoreng di salah satu sisi. Bagian kulitnya yang menempel ke wajan menjadi garing, crispy, dan akibatnya sedikit terlalu asin. Tetapi, bagian daging ikannya matang sempurna. Mak nyuss!
Tidak mengecewakan. Tetapi, ketika saya tanya tamu kami apakah mereka bersedia datang lagi ke Buko Nero dengan daftar tunggu sebulan, mereka menjawab ringan, sambil menyebut nama restoran Italia lain yang juga sedang berkibar di Singapura: "Let's try Valentino."
Buko Nero
126 Tanjong Pagar Road
Singapore
+6563246225
(dev/Odi)
Install Aplikasi "Makan di Mana" GRATIS untuk smartphone Anda, di sini.Tutup
You are redirected to Facebook
You are redirected to Facebook
Sending your message
You are redirected to Lintas Berita
Sending your message
Post this to your WordPress blog:
Sending your message
Post this to your Blogger blog:
Sending your message
Sending your message
Share to your Yahoo Mail contacts
Sending your message
Sending your message
Import Your Yahoo Messenger contacts
Share to your Yahoo Messenger contacts
Sending your message
Import Your Google Talk contacts
Share to your Google Talk contacts
Sending your message
Import Your Live Messenger contacts
Share to your Live Messenger contacts
Sending your message
Redaksi: detikfood[at]detik.com
Informasi pemasangan iklan
hubungi email : iklan@detikfood.com ,
telepon 021-7941177 (ext.547 dan 609)
No comments:
Post a Comment