Fitria Rahmadianti - detikFood
google_ad_client = 'ca-pub-6880533263535234'; google_ad_channel = '4958278774'; google_ad_width = 200; google_ad_height = 400; google_ui_version = 1; google_ad_slot = '3695403116'; google_override_format = 'true'; google_ad_type = 'text_html'; google_tl = 3; google_font_face = 'arial'; google_font_size = 'small'; google_tfs = 12; google_color_link = '#11593C'; google_color_text = 'E1771E'; google_color_bg = '#FFFFFF'; google_color_border = '#FFFFFF'; google_color_url = '#CCCCCC';Foto: askinyourface.com Jakarta - 'We eat with our eyes', seringkali kita ingin makan sesuatu bukan karena rasanya yang lezat atau aromanya yang menggoda, tetapi karena tampilannya yang bikin lapar mata. Melihat pizza saja bisa bikin selera makan naik. Kenapa ya?
Tim peneliti dari Nestle Research Centre di Swiss membuat riset tentang efek jenis makanan yang berbeda terhadap nafsu makan. Mereka berangkat dari anggapan bahwa penglihatan berperan penting membentuk persepsi terhadap makanan. Tampilan makanan dapat membuat kita menilai rasanya enak atau tidak, sehingga mendorong kita menerima atau menolak hidangan tersebut.
Studi yang dimuat di jurnal PLoS ONE ini melibatkan 14 sukarelawan. Gambar-gambar makanan tinggi dan rendah kalori, misalnya pizza dan semangka, diperlihatkan secara cepat kepada mereka. Lalu, lidah mereka diberi rasa yang asing oleh alat electrogustometer (EGM).
Para partisipan diminta memberi peringkat rasa berdasarkan kenikmatan dan intensitas. Sementara itu, aktivitas otak mereka diukur dengan alat electroencephalography (EEG).
Ternyata, mereka memberikan peringkat rasa yang lebih tinggi setelah melihat makanan kaya kalori, misalnya pizza dan pastry. Artinya, partisipan menganggap stimulus yang diberikan EGM terasa lebih enak dibanding setelah melihat makanan rendah kalori seperti semangka dan buncis.
Hal ini ditandai oleh perubahan aktivitas bagian otak yang bertugas menilai makanan dan integrasi rasa. Gambaran otak yang didapat dari EEG menunjukkan bagaimana otak memroses rasa dan penglihatan sehingga menghasilkan makanan yang lezat.
Nampaknya kandungan energi dalam makanan tidak hanya dirasakan oleh mulut atau setelah makan. Otakpun dapat memerkirakan kandungan energi di dalamnya 200 milidetik setelah melihat makanan. “Sinyal dari makanan tinggi karbohidrat meningkatkan kesenangan terhadap rasa yang diberikan setelahnya,” jelas salah satu peneliti, Dr. Johannes le Coutre.
Dr Julie Hudry yang memimpin riset mengatakan bahwa evaluasi individu terhadap makanan sebelum dikonsumsi adalah tahap yang sangat penting. “Bukan hanya untuk memilih makanan yang bergizi, tapi juga dapat berdampak pada keseluruhan pengalaman makan,” ujarnya.
“Studi ini memberikan wawasan baru mengenai interaksi antar indera yang mendasari rasa serta evaluasi dan konsumsi makanan,” jelas Dr Johannes le Coutre. Temuan tersebut juga dapat membantu mengatasi gangguan nafsu makan, tambahnya.
Peneliti ini menyarankan, penelitian berikutnya harus menjelaskan sejauh mana otak berperan dalam mengatur nafsu makan dan pengendalian asupan makanan di dunia nyata.
(Odi/Odi)
Install Aplikasi "Makan di Mana" GRATIS untuk smartphone Anda, di sini.Tutup
You are redirected to Facebook
You are redirected to Facebook
Sending your message
You are redirected to Lintas Berita
Sending your message
Post this to your WordPress blog:
Sending your message
Post this to your Blogger blog:
Sending your message
Sending your message
Share to your Yahoo Mail contacts
Sending your message
Sending your message
Import Your Yahoo Messenger contacts
Share to your Yahoo Messenger contacts
Sending your message
Import Your Google Talk contacts
Share to your Google Talk contacts
Sending your message
Import Your Live Messenger contacts
Share to your Live Messenger contacts
Sending your message
Redaksi: detikfood[at]detik.com
Informasi pemasangan iklan
hubungi email : sales[at]detik.com
No comments:
Post a Comment