Dikenal sebagai seorang pengelana kuliner yang tak pernah berhenti menjelajahi kekayaan kuliner di dalam dan luar negeri. Aktif sebagai pembawa acara kuliner dan penulis kolom kuliner. Kanal ini merupakan dedikasi dan kecintaannya terhadap pusaka kuliner Indonesia.
Bondan Winarno - detikFood
Foto: Bondan Winarno Sumatera Barat - Sekalipun kerabu merupakan kata yang tidak banyak dikenal maknanya, ternyata makanan ini digemari sangat banyak orang. What’s in a name? Disebut apapun, makanan enak tetap saja enak.
Lema kata kerabu dalam kamus bahasa Indonesia dimaknai sebagai salad atau rujak – yaitu irisan berbagai jenis buah yang masih ranum dengan sambal atau saus yang unik. Kata kerabu sendiri lebih dikenal oleh mereka yang berkebudayaan Melayu. Adanya kata krawu (nasi krawu di Gresik dan sekitarnya) terbukti bukan merupakan terjemahan kata kerabu ke dalam bahasa Jawa karena ternyata pengertiannya sangat beda.
Berbagai adat dari puak Melayu mengenal kerabu sebagai bagian penting dalam kuliner mereka. Bahkan, di Malaysia pun kerabu merpakan ikon kuliner penting. Popularitas kerabu juga menciptakan kreativitas para ibu rumah tangga dan telah menghadirkan berbagai jenis kerabu baru. Kerabu tidak lagi sebatas kerabu mangga muda dan pepaya muda, tetapi telah juga melibatkan bahan-bahan di luar buah.
Bahan dan bumbu utamanya pun pelan-pelan mengalami perubahan. Bila semula cukup cabe, bawang merah, gula merah dan/atau parutan kelapa, kemudian penggunaan parutan kelapa pun mulai memunculkan bentuknya yang lain, misalnya: santan. Karena itu, banyak sajian bersantan pedas yang juga disebut kerabu.
Di Sumatra Barat, karabu baluik (kerabu belut) adalah salah satu sajian yang mulai semakin langka. Di rumah-rumah makan yang menyajikan masakan Minang, sajian ini hampir tidak pernah muncul. Padahal, belut asap yang digoreng dan disajikan gaya balado cukup banyak ditampilkan. Di rumah-rumah, pada acara-acara “makan basamo”, karabu baluik pun jarang hadir.
Sajian ini sungguh lamak bana (lezat sekali). Belut dibakar atau dipanggang dengan arang atau kayu yang berjarak agak jauh (mirip teknik pengasapan). Dengan cara ini belut akan tetap empuk dan matang hingga ke bagian dalam, tanpa menjadi gosong di luarnya. Daging belut panggang ini kemudian dicampur dengan santan kental yang dibumbui cabe, bawang merah, garam, dan jeruk nipis. Sungguh istimewa. Nasi putih sebakul pun dijamin tandas dengan lauk yang satu ini.
Para perantau Sumatra Barat yang kini bermukim di Malaysia pun ternyata membawa karabu baluik ke "rumah"-nya yang baru itu. Uniknya, di Kelantan sana, kerabu belut justru masih merupakan salah satu sajian yang populer hingga kini. Apakah kita akan menunggu sampai Kelantan menganggapnya sebagai kuliner pusaka mereka sebelum kita mulai memperhatikannya kembali? Atau, mungkin kita harus mengubah namanya menjadi Unagi Salad supaya lebih terdengar jazzy?
(dev/Odi)
Tutup
You are redirected to Facebook
You are redirected to Facebook
Sending your message
You are redirected to Lintas Berita
Sending your message
Post this to your WordPress blog:
Sending your message
Post this to your Blogger blog:
Sending your message
Sending your message
Share to your Yahoo Mail contacts
Sending your message
Sending your message
Import Your Yahoo Messenger contacts
Share to your Yahoo Messenger contacts
Sending your message
Import Your Google Talk contacts
Share to your Google Talk contacts
Sending your message
Import Your Live Messenger contacts
Share to your Live Messenger contacts
Sending your message
Redaksi: detikfood[at]detik.com
Informasi pemasangan iklan
hubungi email : iklan@detikfood.com ,
telepon 021-7941177 (ext.547 dan 609)
No comments:
Post a Comment