Devita Sari - detikFood

Foto: LPPOM MUI Jakarta - Pembahasan RUU Jaminan Pangan Halal (JPH) diwarnai dengan usulan labelisasi produk haram. Panja RUU JPH pun mengusulkan untuk mencantumkan lebel haram pada makanan, bukan lebel halal. LPPOM MUI pun menjawabnya!
Memasuki tahun 2011, pembahasan RUU Jaminan Pangan Halal (JPH) telah mengalami titik terang. Namun dalam realisasinya RUU JPH ini masih diwarnai dengan beragam usulan. Salah satunya adalah mengenai labelisasi, seperti yang diungkapkan oleh Panja RUU JPH.
Yang menjadi persoalan selama ini sebenarnya adalah produk haram yang harus dihindari untuk dikonsumsi oleh kaum muslim. Jadi mengapa tidak dicantumkan lebel haram saja untuk produk-produk yang tidak halal. Apalagi produk yang diharamkan itu jelas seperti yang disebutkan dalam firman Allah: "Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang disembelih dengan nama selain menyebut nama selain Allah."
Pandangan tersebut antara lain disampaikan KH. Sofyan Yahya, MA, Anggota Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI) provinsi Jawa Barat dalam Rapat Dengar Pendapat kemarin (1/3). Mengapa RDP tersebut juga turut mengundang LPPOM MUI dan Kamar Dagang Indonesia (KADIN).
Sehubungan dengan pertanyaan tersebut, direktur LPPOM MUI, Ir. Lukmanul Hakim MSi. pun menjelaskan. Menurutnya labelisasi haram praktis tak mungkin diterapkan. Mengapa? Sebab pertama, pastinya akan menimbulkan penolakan dari berbagai kalangan produsen. "Mana ada produsen yang mau produknya disebut haram?," ujar Lukmanul.
Alasan kedua adalah, dengan perkembangan teknologi pangan dan food science sekarang ini, kandungan haram telah merasuk ke hampir seluruh produk pangan olahan. "Dari babi saja bisa masuk ke berbagai makanan mulai dari es krim, marshmallow, youghurt, soft candy, jelly, dll. Apalagi perusahaan sekarang dituntut bagaimana menciptakan variasi pangan yang tidak hanya enak tetapi juga murah," jelas direktur LPPOM MUI tersebut dalam kesempatan tanya jawab.
Lebih lanjut Lukmanul menjelaskan, produk-produk ini tidak bisa dibedakan dengan kasat mata. Hanya para scientist melalui berbagai penelitian saja yang bisa membedakannya. Tapi tak lantas kemudian poduk yang tidak berlabel halal itu lantas menjadi haram. Produk olahan ini tidak ada status hukumnya atau syubhat. "Di sinilah tugas LPPOM MUI yang didukung dengan tim auditor dan komisi fatwa dalam membuka tabir hukum yang belum jelas ini," tutup Lukmanul.
(Sumber: LPPOM MUI)
(dev/Odi)
TutupYou are redirected to Facebook
Sending your message
You are redirected to Lintas Berita
Sending your message
Post this to your WordPress blog:
Sending your message
Post this to your Blogger blog:
Sending your message
Sending your message
Share to your Yahoo Mail contacts
Sending your message
Sending your message
Import Your Yahoo Messenger contacts
Share to your Yahoo Messenger contacts
Sending your message
Import Your Google Talk contacts
Share to your Google Talk contacts
Sending your message
Import Your Live Messenger contacts
Share to your Live Messenger contacts
Sending your message
Informasi pemasangan iklan
hubungi email : iklan@detikfood.com ,
telepon 021-7941177 (ext.547 dan 609)
No comments:
Post a Comment